Jumat, 30 Desember 2011

CurCol


Aku seorang kpopers yang masih sangat pemula. Pertama aku kali aku tau BB korea itu Super Junior album Bonamana. Dan saat melihat MV Bonamana, aku langsung jatuh cinta sama Leeteuk oppa.*padahal waktu itu belum tau namanya*. Dan mulai saat itu, aku mulai mencari-cari keterangan tentang SuJu dan Leeteuk Oppa. Dan hasilnya, aku benar-benar terpesona sama Angel Without Wings ini.
Setelah berhasil membedakan mukanya oppadeul*kan banyak tuh.13 orang*, aku mulai belajar membedakan muka eonni SNSD. Sayangnya aku selalu kebalik kalo ketemu mukanya Taeyeon ama Jessica*emang mirip?*. Tapi Alhamdulillah ya, sesuatu#plakk *emang syahrini?*, sekarang saya mampu membedakan SuJu dan SNSD dengan baik*tiup lilin sambil tepuk tangan*.
Aku pikir aku bakal berhenti sampai disitu. Ternyata Anggi*dia couple saya kalo di sekolah* mulai menyebarkan virus kpop padaku*kasih deathglare ke anggi*. Akhirnya saya tau juga tentang SHINee, DBSK, F(x), dll.
Tapi yang paling bikin aku sedih banget itu waktu DBSK pecah. Aku bener-bener sedih. Kayaknya pengen nangis terus kalo inget YunJae oppa. Karena waktu aku kenal DBSK itu udah berlima, susah banget ngilangin nama Jaejoong, Yoochun, dan Junsu oppa dari nama DBSK. Bukan aku ngebenci JYJ atau gimana, tapi emang aku lebih suka DBSK yang berlima daripada TVXQ yang berdua ataupun JYJ.*emang TVXQ ama DBSK beda?*.
Dan seperti kpopers lain yang punya bias, aku juga punya*bangga*. Siapa lagi kalo bukan Teuki Oppa dan Key oppa. Mereka tuh imut-imut semua. Kadang aku suka berpikir kalo aku ini aneh*emang*.kenapa? karena aku lebih suka cowok yang cantik daripada yang cakep. Contoh aku lebih suka Key oppa daripada Minho oppa, teuki oppa daripada Siwon oppa, Jaejoong Oppa daripada Yunho, Kevin oppa daripada Kibum oppa, dan GD oppa daripada TOP oppa. Tapi aku ngga benci ya. Mian ya kalo ada yang ngga berkenan biasnya aku bilang cantik.*bow 900*
Dan aku juga punya seseorang yang aku benci. Jangan Tanya alasan kenapa aku benci sama dia. Padahal dia cantik, suara bagus, dance juga jago. Dia adalah… Go hara. Mian ya buat yang ngefans sama Go Hara. Aku juga ngga tau alasan kenapa aku benci dia. Padahal cowoknya juga bukan biasku, tapi ya gitu. Mian ya. Go hara mian. I’ll learn to love you.*kayak judul lagu#emang*.
Selain Go Hara, sekarang aku punya member KARA yang juga aku benci *benci kok bangga?*. dia adalah… Jung Nicole. Hm pasti yang biasnya Key tahu penyebabnya. Yup, saya benci sama Nicole sejak foto-foto dia lagi jalan sama Key kesebar. Huft langsung deh benci banget sama dia. Padahal yang bikin saya suka sama KARA itu Nicole, tapi sekarang malah sebel banget sama dia. tapi ya saya bersyukur lagi. Karena sekarang saya sudah lumayan netral. Yah pokoknya sekarang saya percaya aja kalo Key itu punya Onew*peluk OnKey*.
Yah yang penting sekarang saya Cuma bisa mendo’akan semoga…semoga… haduh saya lupa mau do’a apaan. Ok good night!

Sahabat Ilusi


note: ini cerita bukan punya saya. punya sahabat saya. namanya Fani. dia bikin serpen ini udah lama, dan diam di netbook saya. jadi daripada mubazir, mending saya post. banyak typo,maaf saya malez ngedit. ok cekidot...

“Felisa, bangun!”, teriak ibu di balik pintu kamar Felisa.
“aku sudah bangun bu..”, jawab Felisa dengan nada santai.
“cepat mandi, ini sudah jam enam..”, suara ibu kembali terdengar.
“iya bu, aku akan mandi. Tapi aku tidak ingin lagi sekolah.”, Felisa beranikan diri untuk mengatakannya meski dengan sedikit rasa takut.
“kenapa?”, suara kaget ibu terdengar jelas.
Felisa pun hanya dapat berbicara dalam diam, “pasti ibu tidak akan paham dengan alasanku, dan jika toh paham pasti tidak akan bisa menerima alasanku. Karena ibu berbeda denganku, dan karena ibu selalu tidak bisa mengerti aku bahkan ingin mengerti pun tidak. Ego ibu terlalu tinggi.. Bukannya aku tidak ingin ibu mengerti aku, namun aku sangat ingin itu bahkan aku merasa sangat kesepian, dan saat ini aku tidak akan bisa membawa ibu dalam situasi ego beliau yang sangat kuat… aku hanya bisa menangis dalam sunyi…”.
Di ruangan sempit inilah Felisa bertahan hidup, “ di sini lebih nyaman dari pada aku harus berinteraksi dengan banyak orang aneh di luar sana. Kegiatanku hanya membaca buku, menuliskan sesuatu, dan munculnya banyak ide yang kemudian memaksaku untuk terus belajar dan merencanakan banyak hal termasuk target-target yang tak henti saling berkesinambungan terus menjadi semakin kompleks dan tertuju pada sebuah titik target besar. Yah, semuanya terus berlanjut..”.
Hingga bulan purnama pun tersenyum lebih dari tiga kali dalam malam tanpa bintang, gadis itu masih bertahan hidup di ruangan yang sangat membosankan sendiri. Dirinya terlihat semakin nyata di depan kaca, keinginannya benar-benar telah tersusun dan terrencana dengan cukup rapi, tapi gadis itu ingin lebih mematangkannya lagi, dia mencari banyak buku, pokoknya sebanyak mungkin agar yang terjadi benar-benar seperti dunia yang sudah ada dalam otaknya.
Yah, Felisa keluar kamar hanya untuk mencari banyak buku. Selebihnya, dia hanya akan menikmati hening di sudut ruangan itu..
####
Di sisi lain, akhirnya ibu semakin khawatir dengan keadaan Putrinya. Namun hanya ibu yang dapat berubah, yang lain masih harus sibuk dengan dirinya sendiri terlebih uang..
Perasaan rindu seorang ibu itu dapat meluluhkan egonya sendiri, di akhir hari ini ibu sering meluangkan waktu untuk mengadu pada psikolog tentunya mengadu perihal Felisa. Hingga pada akhirnya ibu tidak boleh lagi menginjakkan kaki di tempat beliau kerja, karena terlalu sering ijin. Ibu benar-benar tak menghiraukan lagi harta, uang dan lain sebagainya yang bersifat duniawi. Ibupun menjadi sangat akrab dengan psikolog itu, hingga ujungnya pun bulan terus berganti bersama sifat dan kesibukan ibu. Yah, ternyata ibu sekarang adalah benar-benar menjadi seorang ahli psikolog bahkan sekarang kebiasaan ibu adalah membaca buku, sesuatu yang tak pernah terbesit sekalipun. Ibu, benar-benar merasa sangat haus ilmu, hidup ibu menjadi lebih berarti, dan bahkan sifat duniawi itu seratus persen hilang..

####

Gerutu Felisa dengan linangan air mata,”Tiba-tiba sunyi dalam kamar tak dapat lagi ikut campur dalam menyelesaikan masalahku yang satu ini. Keinginanku itu benar-benar hanya akan sekedar tersimpan dan terlupakan, mungkin aku hanya akan dapat meninggalkan beberapa lembaran kertas saja yang akan menyampaikan ide-ide ku. Mungkin saja, akan ada orang yang dapat mewujudkannya.”.
Kedua bibirnya pun terus saja berbicara, “Bukan semudah yang aku bayangkan, untuk menuangkan ideku dalam alam nyata aku membutuhkan banyak hal, aku butuh seorang sahabat dekat yang hidupnya setujuan denganku. Aku butuh Felisa yang kedua, aku butuh diriku yang kedua sebagai teman dan pengukuh semangat dalam hatiku ini, namun semua itu tidak akan mungkin. Selamanya, aku tidak akan mampu hidup di dalam alam yang nyata. Aku mengaku telah putus asa. Dan aku memilih hidup bahagia, aku memilih hanya akan hidup dalam cerita di atas kertas, aku akan menyembunyikan diriku di alam cerita yang aku bisa mengendalikan semuanya.”.
Kemudian hening kembali lewat..
Dan masih berlanjut dengan iringan air mata, “Aku hanya akan hidup di dalam imajinasiku dan aku hanya akan hidup di dalam cerita belaka. Namun, memang hanya ada satu pilihan itu untuk menggapai segala mimpiku, aku dengan mudah akan dapat menciptakan seorang sahabat di alam ceritaku, aku akan membuat suasana yang sangat menyenangkan, aku akan menggambarkan diriku yang sangat bahagia bersama terwujudnya keinginanku walau memang hanya dalam coretan penaku. Hanya dengan imajinasi di atas kertas, aku akan bahagia selamanya. Sudahlah, benar-benar tidak akan ada yang lebih penting lagi. Karena aku akan membawa semuanya dalam lembaran kertasku…”.
Lembaran buku polos putih pun sudah mulai tercoretkan banyak kata indah dan lukisan yang menawan, setiap titik pun mengandung makna. Mulai dari setitik tinta hingga beribu-ribu kata tertegakkan dengan rapi oleh Felisa.
Wuah! Ternyata benar sekali pilihan Felisa, Felisa telah berhasil membawa dirinya dalam cerita dan hidupnya benar-benar terlihat sangat indah. Dengar-dengar sih katanya sekarang dia sudah punya seorang sahabat.
Felisa memamerkan dunianya kepada bulan purnama yang sedang berusaha naik dari arah timur, “Setiap detik aku dan sahabatku terus berdiskusi tanpa henti dan kami juga terus membuat target. Kami benar-benar sangat cocok, karena tujuan hidup kami adalah sama. Kami belajar bersama, berjuang bersama, dan terus berpikir bersama dan di hari kami tanpa ada dialog yang terhenti. Hidup kami diiringi dengan banyak ide dan keinginan bahkan kami dengan sangat mudah untuk menggapainya. Hidup benar-benar indah kan?”.
Senyum Felisa pun menandingi senyum purnama, dia telah pergi dari kesedihan.

####

Ibu semakin khawatir melihat perkembangan Felisa yang hampir seperti orang gila dan yang sangat sibuk dengan dunia mayanya. Sempat, ibu harus berlarut-larut terbawa kesedihan dan penyesalan atas sikapnya sendiri pada Felisa selama ini. Namun akhirnya, Ibu sadar bahwa waktu tak akan pernah bisa diulang dan waktu memang selalu mendatangkan penyesalan dan kemudian Ibu pun tersenyum bersama semangat, Ibu mulai melakukan sesuatu untuk Putrinya.
Dengan iringan waktu, kedekatan Ibu dan Felisa mulai bisa dilihat dan bahkan ikut kita rasakan. Mereka berdua sudah sangat akrab, namun tetap saja tak seakrab Felisa dengan buku serta penanya. Ternyata Ibu bukan lagi yang sangat berarti bagi Felisa, kecewanya pada dunia yang nyata membuat dia sangat tidak percaya pada siapapun bahkan pada Ibunya yang dulu sangat dia harapkan pelukan kasihnya. Dia lebih nyaman dan sangat bahagia hidup dalam sela-sela kata yang terlukis dalam hampanya kertas.
Ibu menghampiri Felisa yang tengah sendiri tanpa membawa pena beserta bukunya, “sayang, coba cerita sama ibu ya, seharian ini tadi Felisa belajar apa saja di kamar? ”.
“banyak banget.”, jawab Felisa tanpa ekspresi.
Ibu pun memeluk Felisa,“ibu sayang Felisa. Felisa tidak perlu sedih lagi ya, karena disini ada ibu yang selalu di samping Felisa.”.
Felisa pun berkata mengelak,“aku tidak sendiri bu, aku punya seorang sahabat yang sangat baik dan selalu mengerti diriku.”.
Ibu pun sedikit kaget namun dia sembunyikan ekspresinya, kemudian melontarkan pertanyaan untuk merespon kabar dari putrinya,“siapa dia, kok baik banget? Kenalkan ke ibu dong..”.
Felisa pun menyambung dengan senang hati,“ dia sangat mirip denganku, tapi dia tidak ingin berkenalan dengan orang-orang di dunia ini. Karena dia trauma dengan banyak orang di kehidupan ini.”.
Ibu yang sebenarnya masih bingung pun harus menyembunyikannya, “oh begitu ya. Kamu bujuk saja dia dan kamu bilang bahwa ibu sudah tidak lagi menakutkan, ibu adalah orang yang baik, pasti dia percaya dengan mu, Felisa Putri ibu kan baik dan tidak pernah bohong dan bahkan sangat pintar. Dan felisa harus berhasil loh ya.”.
“iya bu, nanti aku bujuk dia ya.”, Felisa bersemangat dan berlari mencari-cari buku kosong beserta penanya di sudut kamar.
Dan Ibu pun hanya tersenyum, kemudian memperhatikan sebuah buku yang sudah tidak ada lagi lembarannya yang polos tanpa huruf. Dan ibu membawanya keluar dari kamar Felisa, lalu membaca semuanya. Nah dari sini lah ibu mulai paham dengan apa yang sedang terjadi pada diri Putrinya, dan karena ibu sangat kagum dengan tulisan putrinya yaitu Felisa ibu pun segera mengetiknya dan kemudian dia bawa ke sebuah penerbit.
Sebulan kemudian, catatan diary Felisa telah menjadi sebuah buku yang dikemas dengan cantik dan menyedot banyak respon. Di sampulnya pun tertulis huruf kapital “SAHABAT ILUSI”, bahkan sampai 3 kali buku itu harus terbit ulang. Namun semuanya itu tidak berarti bagi ibu, dan Felisa tidak akan bahagia dengan namanya yang kowar-kowar di luar sana. Yang ada, ibu semakin sedih melihat Putrinya tanpa perkembangan.
Di tengah gerimis jingga, ibu termenung memikirkan putrinya. Kemudian ada suara yang mendekat dan mengagetkan yaitu suara putri tercintanya, “ibu…”.
“kenapa Felisa menangis?”, tanya ibu dengan ekspresi sedih.
“Felisa kesepian bu..”, adu Felisa dengan air matanya yang memantulkan cahaya jingga.
“kan ada ibu..”, ibu pun menggunakan senjata jitu dengan memeluk Felisa.
“aku sayang ibu..”, kata-kata yang tak terduga terdengar dari bibir mungil Felisa.
Air mata ibu pun ikut mengalir dengan sangat deras,“ ibu tidak sayang Felisa, namun Ibu sangat-sangat sayang Felisa.”.
“aku minta maaf dan terimakasih Bu..”, ucap Felisa masih dalam dekapan hangat sang Ibu.
Dan permohonan maaf dari Felisa mengingatkan ibu, “sama, Ibu juga minta maaf atas sikap Ibu selama ini.”.

####

Hari-hari semakin menyenangkan bagi Ibu dan Felisa, seakan hari-hari yang bahagia hanya mereka berdua yang memiliki. Felisa menjadi sangat terbuka kepada Ibu, dan ibu terus memanfaatkan hal itu agar semakin dekat dengan putrinya dan dapat membawa suatu perubahan.
Namun masih ada yang menjadi pertanyaan, kenapa Felisa tiba-tiba berubah begini ya? Oh ternyata usut punya usut, waktu itu tinta bolpoin Felisa habis makanya dia sedih dan kesepian karena seharian tidak menulis dan padahal dunianya yang menyenangkan hanya ada di sela-sela tinta yang mewarnai kertas putih. Akhirnya Felisa bersandar kepada jiwa yang cukup dekat dan akrab dengannya, dia adalah Ibu. Dan kemudian dia baru merasakan betapa nyamannya bersahabat dengan Ibu dan hal itu merupakan sesuatu yang sangat dia dambakan sejak dia mulai merasakan yang namanya sunyi, hampa, dan sendiri.
Di tengah kebahagiaan itu muncul sesosok yang akan membuat hidup Felisa benar-benar lengkap, menyenangkan dan yang akan membuat Felisa benar-benar semangat juga nyaman bersama hangat matahari untuk bernafas dan bahkan menari dengan kekuatan yang ada di alam nyata. Yah, dia adalah Fitri sosok sahabat yang selalu hadir dalam imajinasi Felisa. Dan Ibu menjadi seorang yang paling bahagia di dunia yang benar-benar nyata, begitu pula dengan Felisa dan juga Fitri.
“aku sudah membaca buku mu, dan aku merasa cocok dengan mu. Tujuan hidup kami akan sama.”, cerita Fitri bersama jilbabnya dengan nada lembut.
Felisa menanggapi dengan senyuman, “aku benar-benar tidak menyangka bahwa Tuhan akan sebaik ini denganku. Padahal kemarin aku sempat putus asa.”.
“Tuhan memang penuh Kasih dan Sayang, namun kita selalu melupakan dan bahkan tidak pernah menyadarinya. Dan saat kita menyadari itu, kita akan menyesali keluh kesah yang telah terucap.”, senyum dan ketenangan Fitri menandakan bahwa dia benar-benar seorang gadis yang sangt tangguh juga mandiri.
“kamu benar-benar sahabat yang sangat baik, kamu adalah diriku yang sudah dewasa, dan diriku yang sangat tangguh. Aku malu..”, wajahnya pun memelas dengan senyuman.
“bukan, kita ini sama. Yang pasti pertemuan kita akanlah menjadi sebuah ajang untuk saling melengkapi dan menguatkan, kita akan berjuang bersama kan?”, kali ini wajahnya bertanya tanpa senyuman.
Felisa pun sumringah membawa semangat, “iya, semangat! Oh iya, kalau boleh tahu Fitri rumahnya dimana?”.
Senyum kembali mewarnai wajah Fitri, “aku tinggal di sebuah desa yang sangat terpencil, jaraknya sekitar sepuluh kilometer dari sini. Di desa, semua teman-temanku tidak ada yang bisa menikmati dunia pendidikan, namun syukur Alhamdulillah kami masih bisa belajar ilmu agama, karena kebetulan di desaku dulu ada seorang yang menjadi santri. Yah walau kami belajar tanpa kitab karena kami tidak akan mampu untuk membeli satu kitab saja, namun Ustazd kami benar-benar seperti kitab berjalan. Dan justru dari keterbatasan itu semangat dari dalam diriku benar-benar tidak akan ada yang dapat menghapuskannya meski aku tidak sekolah, setiap hari aku bisa belajar seperti orang-orang yang mampu di dalam gedung sekolah sana. Kadang aku minta diajari seseorang dan kadang juga aku bisa nyuri-nyuri ilmu tuh di balik dinding gedung sekolah. Tapi hanya aku yang berani, karena teman-teman desaku juga harus mencari uang sih.”.
“kamu benar-benar yang tangguh, bagaimana kamu bisa terus semangat padahal segala keterbatasan selalu kamu hadapi?”, mata Felisa berkaca-kaca.
“ karena memang sejak aku berusia tujuh tahun aku sudah belajar yang namanya mandiri. Waktu itu aku harus ditinggal pergi oleh bapakku…”, Fitri bercerita dengan serius.
Namun tiba-tiba Felisa menyela, “bapak kamu pergi kemana?”.
Sejenak Fitri terdiam dalam senyum,“pergi meninggalkan dunia…”.
Tangan Felisia reflek menutup mulutnya,“ups! Maaf..”.
Fitri kembali melanjutkan cerita dengan tenang,“tidak maslah. Nah maka dari itu sejak aku berumur tujuh tahun tak pernah lagi yang namanya berani mengeluh, aku kasihan dengan Ibu. Setiap pagi sudah mulai siang aku selalu membantu Ibu di sawah, makanya kulitku coklat begini.. hehehe. Dan setiap sore setelah aku pulang dari sekolah (dari balik tembok sekolah maksudnya), aku kerja jadi pemulung kertas. Dan yang paling serunya aku selalu menemukan banyak buku yang masih layak untuk dibaca, kalau masalah baca kadang aku juga pinjam atau sewa buku gitu. Hmm… saat ini sih aku mempunyai cita-cita untuk menyejahterakan penduduk desaku, karena lama-lama aku bosan juga harus menunggu ulur tangan dari pemerintah. Aku juga ingin penduduk desaku itu tahu ilmu, bagaimana pun juga ilmu adalah mata kita untuk melihat.”.
“aku bingung dengan kata apalagi unutk memuji mu?”, senyum Felisa memelas memandang wajah Fitri,
“yang pnatas dipuji itu Alloh Fel, cukup ucapkan ‘AlhamduliLLAh’.”, Fitri mengingatkan.
“benar, AlhamduliLLAH. Oh iya, ini ada permen karet.”, Felisa menyuguhkan sebungkus permen karet.
Sambil mengambil dan membuka bungkus permen karet pun Fitri tak lupa berterimakasih,“ terimakasih Fel..”.
Jawab Felisa, “iya, sama-sama.”.
Setelah hening dan sunyi yang tiba-tiba datang, tiba-tiba pula Fitri menyeletukkan kata sambil memandangi tulisan dalam sebungkus permen karet, “iya, benar…”.
“apa Fit yang benar?”, Felisa bingung.
“ini ada sebuah kata yang mungkin cenderrung membuat orang bersedih atau bahkan menjadi lebih kuat, coba kamu ingat-inget terus ya bahwa kehilangan itu adalah sesuatu yang pasti. Yah begitulah, jangan pernah kamu merasa sesatu atau seseorang yang kamu milik sekarang ini akan berada di samping mu selamanya, tidak!”, kata Fitri tegas namun juga menyimpan kesedihan.
“betul juga kamu Fit..”, tampang lesu tak dapat disembunyikan lagi dari wajah Felisa.
“sekarang yang perlu dilakukan hanyalah segera memilih, kamu akan memilih untuk menerima kenyataan ini dengan baik atau malah akan menghindar darinya.”, Fitri mulai mengerucutkan pembahasan.
“aku ingin kuat namun aku tidak akan yakin dengan diriku ini.”, jawab FElisa dengan apa adanya.
“segala sesuatu itu yang menentukan adalah dirimu sendiri Fel, kamu cukup memilih dan kemudian kamu harus membuktikannya bersama banyak rintangan. Yang perlu diingat adalah bahwa hidup ini bukan untuk sekedar bersenang dan mampir tertawa tapi hidup adalah dalam rangka mampir mencari bekal, mengkhayal, dan melakukan berbagai hal dalam rangka untuk meninggalkan sesuatu.” Fitri mengingatkan dengan rasa penuh khawatir dan sayang pada sahabatnya.
“tapi, seperti yang telah terjadi bahwa hidup di alam nyata itu hanya mencari kesedihan. Kebahagiaan bukan berarti sesuatu yang selamanya salah kan, apakah salah jika aku juga ingin mengutamakan sebuah kebahagiaan?”, ternyata Felisa belum cukup paham dan pandai.
“kebahagiaan untuk dirimu sendiri itu egois namanya, dan padahal kamu bukan diciptakan hanya untuk tidur dalam zona nyaman. Alloh mewajibkan kita sebuah perjuangan dan padahal perjuangan itu adalah sesuatu yang sangat membosankan. Selama ini kamu telah menyimpan banyak keinginan yang bermanfaat untuk desa mu dan namun Alloh pun tidak akan percaya dengan omong kosongmu sehingga kendala, masalah datang sebagai ujian untuk mu, dan kamu harus membuktikan pilihan mu itu kepada Alloh.”, Fitri masih mencoba untuk menguatkan Fitri dalam menerima kenyataan.
“ya, aku akan berjuang.”, Felisa menegakkan badannya dan mata penuh semangatnya menghadap ke wajah Fitri.
Fitri beranjak berdiri dan memeluk tubuh kurus Felisa dan linangan air mata tak kuasa unutk ditahan, “jika Alloh menghendaki, sebentar lagi cobaan akan datang untuk menguatkan dirimu bukan mengahncurkanmu. Pesanku, tetap konsisten dan istiqomah pada pilihanmu dan tak perlu menghiraukan kesendirian karena kita akan berjuang bersama dan Alloh akan tetap menolong kita selama kita masih merasa menjadi hamba-Nya yang berada di jalan-Nya.”.
Felisan hanya dapat menangis ingga nafasnya pun terdengar sesak berada dalam pelukan Fitri..
“hidup kita bukan untuk bahagia, tapi untuk menikmati bosannya perjuangan. Jangan prnah seekali-kali kamu menghindar dari kebosanan. Kita adalah sepasang sahabat sejati, cinta kita untuk Alloh dan orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan cinta kita bahkan alam ini pun juga. Jika toh maut harus menjemput salah satu dari kita tapi kita masih dapat bertemu kok, namun aku juga tidak berharap itu. Aku berharap kita akan berjuang bersama di dunia ini dan kita akan saling menguatkan. Semangat!”, pelukan itu pun harus dilepaskan.
Senyum semangat telah mampu menghapuskan air mata bagi sepasang sahabat itu, meski kekhawatiran ataas kenyataan yang belum tercium kedatangannya masih meliputi hati mereka, dan namun kekhawatiran itu segera hilang karena rasa yakin mereka atas pertolongan Alloh..

#####

Mentari yang sempat tersenyum pun harus berselimut dalam awan gelap, bunga-bunga yang segar mandi embun kembali layu, Fitri tak mampu menahan bendungan air matanya, jeritan dalam hati pun ikut dia kabarkan pada banyak orang, tangannya tak henti mencengkeram kepala, dan tubuhnya benar-benar terlihat lemas..
Cobaan pertama benar-benar telah dikabarkan pada Felisa, kedua orang dalam hatinya harus di telan bumi. Maut telah menjeput ibu tercinta dan Fitri sahabat tercinta. Kecelakaan lah penyebabnya..
Dia benar-benar terpukul dengan sangat tiba-tiba, tubuhnya tersungkur lemas..
Namun akhirnya, pesan Fitri dapat kembali menyusun hati Felisa yang sudah remuk berantakan, “BismiLLAH.. aku telah memilih, aku akan terus mengingat pesan sahabatku. Aku telah berjanji pada sahabatku untuk berjuang menikmati kebosanan. Aku bersedih, namun aku bahagia karena aku bersama Alloh… aku akan tegar menari-nari di tengah kedamaian dan keharmonisan desaku dan desa sahabatku. Aku akan kuat!.”.
The end

Rabu, 28 Desember 2011

When Demon Kill Angel

Arrghh!!! Kenapa kantin hari ini ramai banget sih? Padahal biasanya kantin belakang sangat sepi. Memang ada dua kantin di SMA ini. Satu di depan dan satu di belakang. Biasanya anak-anak lebih suka makan di kantin depan. Tapi entah kenapa hari ini kantin belakang benar-benar ramai.  Ini benar-benar membuatku gila. Kuraih tas punggung bergambar demon. Kurapikan bajuku dan segera aku bersiap untuk pergi sampai sebuah suara menahanku.
“Eh Arie, kamu mau kemana? Gabung bareng kita yuk!” tawar seorang gadis sambil tersenyum.
“Makasih deh Cin. Tapi kayaknya temen-temen kamu pada nggak suka tuh kalo aku gabung sama kalian.” Jawabku ringan sambil menunjuk ke arah teman-teman Cintya yang mukanya ditekuk.“aku duluan ya Cin. Makasih buat tawarannya.” Ujarku sambil melangkahkan kakiku keluar kantin.
Males banget gabung sama mereka. Sukanya ngegosipin cowok sama barang-barang terbaru. Bikin bete. Padahal cowok ngga suka sama cewek yang suka ngerumpi. Tapi kenapa mereka masih aja suka ngerumpi. Dasar cewek!
~~~
“Eh kalian ramah sedikit ke Arie kenapa sih?” tanyaku kesal pada teman-temanku. “kasihan dia itu ngga punya teman.”
“Eh Cintya yang manis, kenapa kamu belain dia? Orang aneh gitu. Sukanya ama demon. Trus gayanya sok cool lagi. Bikin eneg. Sok kecakepan banget. Dia kira dia cakep apa? Apalagi omongannya itu loh bikin hati aku kanker stadium lanjut.” Jawab seorang temanku yang membuatku tambah kesal. Jujur saja. Aku bersimpati dengan Arie dan aku yakin sebenarnya dia itu ramah.
“Eh aku duluan ya. Mau ke perpus nih. Bye.” Ujarku cepat dan langsung berlari keluar. Aku terus berlari sampai ke taman sekolah. Ternyata tidak ada siapa-siapa di taman.
“Dimana ya dia? Padahal aku yakin dia ada disini.” Ujarku dengan nada kecewa.
“kamu nyari aku?” sesosok tubuh keluar dari belakangku. Kaget, itu yang kurasakan. Aku tidak menyangka cowok itu berada dibelakangku.
~~~
Aku asyik membaca novelku sambil bersembunyi di balik semak-semak di taman sekolah. Hari ini aku berniat untuk menjauhi semua keramaian. Tiba-tiba ada yang datang ke taman sambil berlari.
“siapa sih datang pake lari-larian? Gangguin orang aja.” Sungutku kesal sambil melangkah keluar dari semak-semak. Ternyata dia Cintya.
“kamu nyari aku?” tanyaku sambil mata elangku trus mengawasinya. Hm mukanya sekarang merah sekali seperti kepiting rebus.
“hm iya. Tadi aku nyariin kamu. Ngapain kamu baca buku di semak-semak? Bukannya ada kursi?” tanyanya sambil menatapku heran.
“apa pertanyaan itu perlu aku jawab?” tanyaku sambil melangkah duduk di kursi taman. Cintya berjalan pelan sambil mengikutiku.
“ada perlu apa kamu nyari aku?” tanyaku sambil terus memperhatikannya yang aku yakin akan membuat mukanya semakin memerah. Dan benar saja, mukanya memerah. Hm aku suka ekspresinya itu.
“ada yang mau aku tanyain ke kamu. Tapi kamu harus janji jawab dengan jujur dan ngga marah sama aku. Gimana?” Tanya dengan tatapan berharap.
“Oke!” jawabku singkat.
“Kamu kenapa seolah ngga pengen gabung sama temen-temen yang lainnya? Kenapa kamu bersikap seperti ngga pengen temen-temen deketin kamu? Kenapa kamu ngga mau deket-deket sama keramaian?” tanyanya beruntun
“hey kalo Tanya satu-satu dong. Bingung aku jawabnya. kenapa ya? Kenapa ngga kamu cari tau jawabannya sendiri?” tanyaku balik yang membuat dia semakin penasaran.
~~~                                                                                 
Hm berada di dekatnya membuatku nyaman. Dia mulai merubahku. Membuat hatiku yang awalku beku menjadi hangat karena kehadirannya. Perlahan-lahan rasa itu mulai tumbuh di hatiku dan di fikiranku selalu dia. Tapi aku tahu, rasa ini salah. Mungkin seharusnya aku tidak menyimpan dendam dan membiarkan hidupku tenang. Tapi semua ini terlalu menyakitkan untukku.
Kedua orangtuaku tewas di tangannya hanya karena persaingan bisnis. Hidupku mulai hancur sejak saat itu. Padahal aku baru berumur 8 tahun. Akhirnya aku diserahkan di panti asuhan sampai akhirnya aku diadopsi oleh keluarga kaya yang sangat menyayangiku. Tapi aku tetap tidak melupakan segalanya. Aku terus bertekad untuk membalaskan semua yang kurasakan.
Sampai akhirnya aku bertemu dengan putri kesayangannya. Ya, kau pasti tau. Cintya, dia yang akan membantuku membalaskan dendamku pada ayahnya. Aku tahu hatinya seperti malaikat, berbeda denganku yang berhati iblis. Tapi dia mencintaiku dan aku tau dia tidak akan pernah curiga padaku. Aku bisa lakukan segalanya. Meski aku mulai mencintainya. Aku akan menahan rasa cinta ini dan melupakannya.
~~~
Segera aku berlari menghampiri Arie yang baru turun dari mobilnya. Hm kenapa sorot matanya aneh. Ini tatapan matanya saat pertama kali bertemu denganku. Kenapa dia?
“eh kamu kemana aja sih? Aku telfonin dari semalem kenapa ngga diangkat? Kamu sakit?” Tanyaku sambil meraba keningnya. Tapi tanganku langsung ditepisnya.
“ngga usah sok baik ama aku. Lagipula kamu siapa? Kamu bukan nyokap aku kan?” jawabnya ketus sambil berjalan meninggalkannya. Ini bukan Arie. Kenapa dia?
“arie…arie tungguin dong. Kamu kenapa sih? Demam ya?” tanyaku penuh kekhawatiran.
“aku ngga apa-apa. Cuma aku lagi males ngobrol sama kamu. Jadi jauhin aku. NGERTI!” teriaknya yang membuat wajahku berubah pias.
~~~
Ini benar-benar aneh. Kenapa Arie berubah lagi? Padahal sebelumnya dia sudah mulai membuka dirinya untuk berteman dengan anak-anak yang lain. Pasti ada yang salah dengan dirinya.
Tak terasa hari sudah semakin sore. Seharusnya aku sudah berangkat les. Tapi pikiranku masih belum mau diajak kompromi. Sampai akhirnya hpku bergetar pelan. Ternyata Arie. Yes! Akhirnya Arie mau menghubungiku juga.
Cin, bs dteng k tman pinggir kta sore ini jm 4?
Segera kuketik balasan untuknya.
Ok. Tunggu ya.
Segera aku mengganti bajuku. Aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengannya. Membayangkan senyumnya yang manis membuatku semakin kangen dengannya. Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku bisa kangen padanya?
~~~
“katanya disuruh datang jam 4? Kenapa malah dia yang belum datang sih! Dasar Arie nyebelin!!!” kesalku sambil menghentak-hentakkan kakiku ke tanah.
“siapa yang bilang nyebelin?” Tanya seseorang yang keluar semak di depanku sambil menatapku dengan tatapan dinginnya.
HUP
“aku kangen banget sama kamu. Kenapa sih akhir-akhir ini kamu nyuekin aku? Aku ada salah sama kamu?” tanyaku sambil mempererat pelukanku.
“maaf. Tapi kamu ngga salah apa-apa kok. Aku Cuma lagi butuh waktu untuk nenangin diri. Lebih baik kita selesaikan semuanya sekarang.” Jawabnya lirih.
“maksud kamu apa?”
“maafin aku Cin. I love you.” Ya ampun! Ini mimpi kan. Arie nembak aku!!! Mimpi apa aku semalem! Ingin buru-buru kubalas perkataannya, namun sesuatu yang tajam sudah menusuk perutku.
“Arie, kenapa…”
“maafin aku. Aku harap kamu tenang di surga, dan makasih buat semuanya.” Ujarnya sambil melepaskan tubuhku yang langsung merosot jatuh. Jadi ini rasanya? Sakit,sakiiittt sekali. Tapi setidaknya aku tau, cintaku tidak bertepuk sebelah tangan.
“i…love…you…too…”
Lalu semuanya meredup, dan semuanya menghilang.

Salatiga, 3 desember 2011

Aku dan Rintik Hujan


Inilah sore yang kutunggu-tunggu.Sore dengan hujan yang sangat deras.Sore dengan petir yang menyambar.Inilah aku.Seorang remaja yang sangat menyukai hujan.Tapi jangan pernah salah sangka.Aku bukan seorang ojek payung.Aku hanyalah seorang gadis remaja yang jatuh cinta pada hujan.Aku tidak tahu kenapa aku menyukai hujan.Aku hanya menyukai tetes-tetes air yang jatuh dari langit. Tetes-tetes air itulah yang membuatku merasa nyaman dan tentram.
*****
            Sore ini sangat cerah.Matahari terlihat anggun dengan sinar kemerah-merahannya di ufuk barat.Aku hanya termenung.Kenapa hujan tidak turun, hanya itu yang aku fikirkan.Padahal ini masih musim penghujan, tapi kenapa malah sore ini terlihat cerah sekali.
“Aria kamu ngapain dari tadi diam terus?Apa kamu nggak nyadar? Sore ini tuh cerah banget..masak mau dilewatin sambil ngelamun?” Tanya arini heran.Arini adalah satu-satunya sahabatku.Aku mengenalnya sejak dua tahun lalu saat aku MOS dan dia satu kelompok denganku. Dia yang menemaniku menghabiskan sore di taman yang sekarang semakin ramai.Itu membuatku tidak nyaman.Aku sangat tidak suka dengan keramaian.Keramaian membuatku pusing.
“aduh, kamu jangan ngagetin aku dong. Untung aku nggak punya penyakit jantung bawaan.Gimana kalau aku mati tadi?” sahutku sewot juga. “kamu kan tahu kalau aku nggak suka sinar matahari, jadi ya aku bingung mau ngapain.” Jawabku asal.
“nah daripada kamu ngelamunin hal-hal yang nggak jelas, gimana kalau kita pulang aja. Aku laper nih.” Sahutnya memelas.Sebenarnya sih aku masih pengen nungguin hujan, tapi kasihan juga arini.
“ya udah. Ayo pulang.” Sahutku kesal sambil menyambar tas bergambar micky mouse milikku.
“yes! Akhirnya selesailah penderitaanku.” Teriak Arini penuh kemenangan yang membuat bibirku manyunlima cm.
*****
Aku tidak tahu bagaimana sejarahnya aku jadi menyukai hujan.Seingatku sih sekitar 1 tahun yang lalu, di saat aku sedang menangis, hujan juga sedang turun dengan deras.Saat itulah aku merasa hujan bersimpati denganku dan aku menjadikan hujan sebagai temanku. Saat hujan turun biasanya aku duduk di dekat jendela sambil bercerita tentang apa saja. Biasanya setelah bercerita aku menjadi bersemangat lagi dan siap untuk menghadapi hari.Mungkin aku adalah orang yang ditakdirkan untuk selalu hidup bersama rintik hujan.Atau mungkin aku adalah putri hujan yang terbuang dari negerinya karena suatu kesalahan? Haduh, aku ngelamunin yang nggak-nggak kan. Tapi mungkin juga sih. Ah tapi nggak mungkin lah di jaman secanggih ini masih ada kayak begituan. Emang otakku nih isinya dongeng semua.
*****
“Eh aria, aku boleh Tanya sesuatu nggak?” Tanya Arini sambil memperhalus suaranya.
“Tanya apaan?Tanya aja.” tanyaku balik sambil asyik melamunkan tentang dongeng putri hujanku.
“tapi kamu janji jangan marah sama aku ya?” jawabnya sambil takut-takut.
“iya iya. Emang kamu mau Tanya apaan sih?Serius banget?”
“kamu pernah jatuh cinta nggak?”. Degg! Aku nggak nyangka Arini bakal Tanya soal love story.  Pertanyaan yang membuat hatiku jadi berdebar tak karuan.Pertanyaan yang membuat air mataku ingin jatuh yang tentunya kutahan sekuat tenaga supaya tidak jatuh.
“hem, kenapa tiba-tiba kamu tanyain soal itu?” tanyaku balik sambil membenahi dudukku yang mulai tidak nyaman.
“habis sejak kenal sama kamu, kamu sama sekali nggak pernah ngebahas tentang hal itu. Yah aku Cuma heran aja. Apa kamu nggak pernah jatuh cinta?”Tanya Arini heran.
Entah kenapa, percakapan tentang cinta membuatku tidak nyaman.Entah kenapa aku tidak tahu.Yang pasti rasanya aku ingin menangis sekarang.
“wah nuduh nih. Atau jangan-jangan kamu yang lagi jatuh cinta?” Tanya langsung mengganti topik pembicaraan.
“ih siapa yang jatuh cinta?” jawabnya mengelak. Tapi jawabannya itu membuat pipinya bersemu merah dan tangannya mulai menggaruk-nggaruk kepalanya meski aku yakin, itu karena dia salah tingkah.
“udah ngaku aja. Siapa sih?Cerita dong.”
“nggak ah. Ntar aja kalau waktunya udah tepat.” Ah ternyata sahabatku ini sedang jatuh cinta. Tapi apa dia tidak tau bahwa cinta itu menyakitkan?
*****
Cinta itu menyakitkan, apa kalian tau itu? Yah mungkin kalian yang sedang merasakan jatuh cinta akan menolak pemikiranku itu. Tapi setidaknya, itulah yang ada di pikiranku saat ini.Menurutku jika kita berani jatuh cinta, maka kita harus berani sakit dan patah hati.Karena memang itulah resiko jatuh cinta.
Jika kalian bertanya, sudah berapa kali aku sakit karena cinta, maka aku akan jawab sekali. Tapi itu sudah cukup. Bukankah keledai pun tidak akan jatuh ke lubang yang sama sampai dua kali. Terlalu bodoh jika aku harus merasakan saakit lagi.
Tapi aku slalu lupa satu hal, bahwa kita tidak bisa melarikan diri dari cinta. Cinta slalu akan menemui kita dimanapun kita berada. Itulah hal yang belum kuketahui.
*****
Malam ini Aku duduk di serambi rumahku sambil menikmati segelas susu hangat buatanMbok Parmi yang enaknya, mantapp! Sambil menatap rintik hujan yang sangat deras, aku tiba-tiba ingin bermain di bawah rintik hujan. Entah kenapa di bawah rintik hujan membuatku nyaman, membuatku merasa bahagia, membuatku merasa aman dan tidak akan pernah sakit. Saat aku menyeruput susu hangatku, mataku menangkap bayangan orang di halaman rumahku.Siapa yang datang kerumahku disaat hujan seperti ini?Aku mengerjab-ngerjabkan mataku dan meyakinkan pada diriku sendiri bahwa penglihatanku itu tidak benar.Tapi kemudian aku menyadari bahwa bayangan orang yang semakin dekat denganku itu memang bayangan orang yang sangat aku tidak harapkan kehadirannya.Dan langsung saja aku berlari ke dalam kamarku tanpa mempedulikan gelasku yang jatuh dan menjadi serpihan-serpihan kecil.
“nggak! Nggak mungkin itu dia! Nggak mungkin! Nggak mungkin!!! Aku pasti salah lihat! Itu bukan diaaa!!!” teriakku histeris. “nggak! Dia nggak mungkin datang lagi! dia udah pergi! Dia nggak ada! Dia udah nggak ada.dia udah hilang!!! Nggak!!! Dia udah nggak adaa!!!”Teriakku sampil memukuli dinding kamarku.Entah kenapa tiba-tiba aku merasa sangat lelah dan ingin tidur.
*****
Perlahan kubuka mataku.Uh cahaya lampu membuatku silau.Kenapa aku berada diruangan serba putih?Kenapa ada selang infus?Aku di rumah sakit ya?
“sayang? Akhirnya kamu sadar juga.” Mama menyapaku lembut lalu mengecup keningku. Mata mama terlihat sembab.Apa mama menangis?
“mama? Kenapa aku di rumah sakit?” tanyaku heran sambil melihat ke sekelilingku.
“kamu kemarin pingsan sayang.setelah kamu mukulin tembok sambil teriak-teriak. ” ujar mamaku lembut sambil mengusap kepalaku. Perlahan-lahan aku mulai mengingat kejadian kemarin. Dan kemarin. . .
“sayang ada yang mau ketemu sama kamu tuh?” ujar mama sambil melihat ke pintu. “mama keluar dulu ya”
“Erwin?” gumamku secara tidak sadar sambil melihat ke arah pintu.
“hai aria. Apa kabar? Gimana keadaan kamu?Udah baikan” Tanya cowok itu sambil mengulurkan tangannya untuh menyentuh kepalaku yang langsung kutepis dengan spontan.
“nggak! Ini nggak mungkin kamu. Kamu udah pergi! Nggak!!! Kamu pasti bukan Erwin! Erwin udah hilang! Nggaaakkkkk!!!Kamu bukan Erwin!” teriakku sambil mengacak-acak selimutku.
“aria!aria kamu kenapa? Aria tenang dong.Aria!”
“keluar! Kamu bukan Erwin! Erwin udah mati! Kamu bukan Erwin! Bukannn! Bukannn!!!KAMU BUKAN ERWIN!!!!” aku berteriak sambil menangis.
“ini aku Aria. Ini aku.” jawab Erwin sambil menarik tubuhku ke pelukannya dan mencoba menenangkanku.
“kamu bukan Erwin!! Kamu bukaan ERWIIIINN!!!” teriakku sambil meronta dan berlari ke luar ruangan.
*****
Sore ini aku menatap rintik hujan sambil ditemani arini.Sejak keluar dari rumah sakit, aku terlihat lemas dan pucat.Aku juga menjadi lebih tertutup.
“aria, Erwin itu siapa? Kamu mau cerita sama aku?”Tanya arini dengan halus sambil menatap wajahku khawatir.
Aku hanya menatap wajah Arini dengan wajah sayu dan dengan tatapan yang menegaskan bahwa aku belum mau cerita.Akhirnya Arini hanya mengehela nafas dan berkata, “ya udah kalau kamu nggak mau cerita.Aku pulang dulu ya.jangan lupa minum obat ya. inget tuh pesen dokter.” Ujar Arini sambil tersenyum.Aku hanya mengangguk membalasnya.
*****
Dulu aku pikir aku memiliki kehidupan yang sempurna.aku memiliki sahabat yang slalu baik padaku, mama yang selalu perhatian dan menyayangiku meski bukan mama kandungku, dan pacar yang almost perfect. Yah, pacarku adalah Erwin.Dulu aku sempat berpacaran dengannya.Bisa dibilang sih, dia cinta pertamaku.Tapi hubunganku dengan Erwin tidak diketahui oleh orang-orang terdekatku. Karena Erwin takut tidak disetujui karena perbedaan usia kami yang terpaut jauh.
Menurutku Erwin adalah lelaki yang sangat sempurna untukku.Dia perhatian, baik, sayang, dan pintar.Meskipun jarak umurku dan Erwin sangat berbeda jauh.Sekitar 7 tahun.Tidak hanya hatinya yang sempurna, fisiknya pun sempurna.kulit putih, hidung mancung, wajahnya pun mirip dengan beberapa pemain drama asia.
Tapi ternyata semua hal indah itu hanya sebentar saja aku alami.Hal itu dimulai ketika aku menemukan buku diary Erwin dan membacanya.Ternyata disitu aku menemukan kenyataan bahwa Erwin sudah mempunyai tunangan dan serius dengannya.Hatiku benar-benar sakit dan kecewa.Semua perasaan campur aduk dalam hatiku.Saat itu aku sadar, tidak ada kehidupan yang sempurna.
Saat itulah aku menemukan hujan.Hujan yang mau mendengarkan tangisku, curhatku, keluh kesahku.Hujan yang bisa membuatku tenang dan tentram.Membuatku merasa kuat.Sejak saat itu, aku selalu menyukai hujan karena dengan melihat titik-titik air turun membuatku nyaman dan melupakan semua masalahku.aku merasa menemukan duniaku sendiri di bawah rintik hujan. Dunia yang hanya ada aku sendiri di sini.
Tapi ternyata hujan juga yang mempertemukanku dengan Erwin.Hujan juga yang mengorek kisah lama yang sudah lama aku lupakan.Hujan juga yang membangkitkan rasa benci dan cinta dalam hatiku.Hujan juga yang membuatku lemah.Haruskah aku membenci hujan?
Hmm, tiba-tiba aku merasakan kantuk yang luar biasa.Rasa kantuk yang membuatku ingin tidur.Tidur, tidur, tidur dan tidur.Tidur untuk selamanya dan tidak terbangun lagi.Selamat tinggal hujan. Aku akan merindukanmu.
The End
Salatiga, 11 mei 2011